Wak Min Thoriq, Kalau Tidak Paham Bahasa Arab Jangan Kemarab

Tidak Paham Bahasa Arab

VIRALAYAR - Perundungan menteri BUMN sekaligus ketua panitia Hari Lahir (Harlah) Seabad NU, Erick Thohir, viral di media sosial. Perkaranya soal penyebutan Wak Min Thoriq sebelum salam dalam sambutannya di depan Presiden Jokowi dan jajaran tokoh penting pemerintah dan PBNU di Stadion Gelora Delta Sidoarjo Jawa Timur.

Penataan panggung dan konsep acara yang menakjubkan sedikit ternodai dengan bacaan kurang fasih Erick Thohir. Mas Menteri yang resmi menjadi anggota kehormatan Banser tahun 2021 silam setelah menjalani Diklatsar di Sekolah Citra Alam Jagakarsa, Jakarta Selatan. Posisi pentingnya di pemerintahan dan jiwa bisnis (orang kaya) beliau, menempatkan posisi strategis dalam resepsi seabad NU.

Sebelum berlangsung acara, Erick Thohir banyak mendapat kritik terkait sebaran baliho di banyak titik di Sidoarjo. Fotonya bahkan lebih banyak berseliweran daripada foto presiden Jokowi atau ketua PBNU, K.H. Yahya Cholil Staquf. Sehingga kesan nyapres lebih kentara daripada harapan menyukseskan gelaran 1 Abad NU.

Perundungan di media sosial semakin keras ketika secara sengaja, eh tidak sengaja menutup salam ala santri dan kiai dengan untaian kalimat Bahasa Arab, Wallahul Muwaffiq ila Aqwamit Tharieq yang artinya Allah adalah Dzat yang memberi petunjuk ke jalan yang selurus-lurusnya.

Kedua kalimat tersebut dicetuskan oleh Bapak Kabupaten Kendal KH. Achmad Abdul Hamid (pengasuh Pondok Pesantren Al-Hidayah). Setidaknya kalimat tersebut terlihat lebih keren daripada penutup mainstream pendakwah nonpesantren dengan mengucapkan wa billahit taufiq wal hidayah.

Bersyukurnya, dari pengorbanan Mas Menteri yang di-bully di media sosial, masyarakat non-NU banyak yang tahu dan mempelajari penutup salam yang “tidak biasa” itu. Setidaknya kasus ini mengurangi pejabat dan pendakwah abal-abal yang sok NU agar tidak lagi mengucapkan wak min thoriq.

Mungkin beliau berasal dari keturunan melayu yang sering menggunakan kata “Wak” (uwak) sebagai bentuk sapaan akrab kepada saudara atau teman.

 

Baca Juga : Yakin Pada Nahdlatul Ulama

Jangan Sok Kemarab

Salah baca Erick Thohir itu seharusnya menyadarkan kita semua untuk jangan sok kemarab. Beliau tokoh penting, wajar mendapat perundungan dari masalah “sepele” ketidaktahuan baca arab. Sementara masih banyak kawan-kawanku di Instagram yang sering bikin caption kemarab yang entah mereka tahu artinya atau tidak.

Paling sering muncul itu kalimat, “Masyallah Tabarakallah,” yang pada intinya ucupan syukur yang dimodifikasi. Kalau hanya kata alhamdulillah jelas kurang kemarab. Entah apakah pembaca tulisan ini juga menjumpai kalimat serupa, yang jelas kalimat itu menjadi favorit teman-teman yang alimnya pol-polan.

Apa sih susahnya menuliskan artinya saja? Toh, teman-teman kita juga mayoritas, bahkan semua berasal dari Indonesia. Kalau tujuannya dakwah kan lebih jelas dan tegas sasarannya. Bikin caption melatinkan Bahasa Arab kemungkinan tidak dipahami banyak teman di Instagram.

Termasuk pem-bully Erick Thohir itu apa ya benar-benar paham ilmu nahwu shorof atau tata bahasa Arab. Kalau sama-sama amatir kan mending diam dan introspeksi diri kalau kita ini juga masih di level wak min thoriq. 

Nulis caption dan chat pakai Bahasa Arab itu tujuannya apa? Biar terlihat alim dan dianggap calon ahli surga? Sampai pada titik di mana saya pernah disalahkan ketika menulis kata ‘insyaallah’ dan ‘amin’. Padahal saya hanya menulis sesuai kaidah KBBI, mengikuti argumentasi dan diskusi yang didominasi menggunakan Bahasa Indonesia.

Seolah hanya kata-kata tertentu yang “wajib” ditulis sesuai huruf hijaiyah. Oalah, kemarab kok setengah-setangah. Kalau mau membenarkan ya seharusnya semua tulisan pakai Bahasa Arab. Gimana? Susah? Tidak Mampu? Makanya jangan sok kemarab!

Gaya sok kemarab kalian itu kadang menjadi bahan tertawaan teman-teman kalian yang paham Bahasa Arab. Sengaja diam daripada dikoreksi di media sosial malah memalukan diri kalian. Sadarilah kita itu orang Indonesia dan berinteraksi dengan orang Indonesia. Kecuali kalau kalian sudah mati dan rembugan dengan malaikat Munkar dan Nakir. Etapi, belum tentu juga malaikat nanti pakai Bahasa Arab, jangan-jangan mereka nanti pakai Bahasa Thailand.

Selama nyantri, saya memang diajari pentingnya belajar Bahasa Arab. Saya pun sampai sekarang masih belajar kitab nahwu shorof. Tapi tidak pernah saya diskusi atau nulis ndakik-ndakik pakai Bahasa Arab. Karena memang bukan konteksnya bicara atau nulis pakai Bahasa Arab, kecuali tujuannya untuk pamer dan mendeklarasikan diri, “Aku itu orang alim,”

Cukup tahu saja, mungkin teman-temanku yang sering kemarab itu memang ingin mengajari saya Bahasa Arab dari yang paling dasar. Dan tenanglah, tujuan kalian yang ingin dianggap alim sudah berhasil, minimal anggapan dari saya. Entah, teman-teman kalian yang lain.***

Post a Comment

Previous Post Next Post