Syarat Sah dan Rukun Shalat

 

Syarat Sah dan Rukun Shalat

VIRALAYAR - Salah satu amal yang jadi prioritas buat ditanyakan di hari akhir merupakan shalat. Umat Islam hendaknya membagikan atensi lebih atas ibadah yang diucap selaku tiang agama ini. Serta berikut rincian gimana mengerjakan shalat.

Shalat merupakan fasilitas menuju Allah SWT. Apabila Nabi Muhammad diperjalankan menghadap Allah SWT lewat mi’rajnya dari Masjidil Aqsha ke Sidratul Muntaha, hingga dengan shalat, orang-orang beriman hendak bisa merasakan pertemuan itu pula.

 

Syarat Sah Shalat

Umum dikenal kalau syarat shalat dibagi jadi dua yaitu syarat wajib dan syarat sah. Ketentuan harus ini maknanya, seorang tidak dibebani kewajiban shalat kala salah satu dari syarat-syaratnya tidak terpenuhi.

Syarat sah shalat di antaranya adalah sebagai berikut:

  1. Beragama Islam
  2. Baligh
  3. Berakal sehat,
  4. Tidak lagi haid ataupun nifas,
  5. Mendengar data ihwal dakwah Islam( Ini hampir tidak ditemui saat ini), dan
  6. Mempunyai pengelihatan serta rungu yang normal

Akibatnya, tidak harus shalat untuk yang tunanetra serta tunarungu semenjak lahir. Karena dia tidak bisa menerima pelajaran shalat baik dengan isyarat ataupun kalimat.

Syarat sah shalat itu sendiri, sebagaimana Syekh al- Islam Abu Zakariya al- Anshari (925 H) dalam Tuhfah at-Thullab bi Syarhi Tahriri Tanqih al- Lubab, merupakan ma tatawaqqafu‘ alaiha shihhatusshalah wa laisat minha, suatu yang jadi barometer legal serta tidaknya shalat. Maksudnya, apabila ini tidak terpenuhi, hingga berakibat pada ketidakabsahan shalat.

Habib Muhammad bin Ahmad bin Umar as- Syathiri dalam Syarh al- Yaqut an- Nafis fi Madzhab Ibni Idris( taman 140- 147) mangulas 15 ketentuan shalat secara rinci serta gamblang.

  1. Beragama Islam
  2. Mumayyiz (ketentuan ini buat mengecualikan orang edan serta anak kecil yang belum paham apa- apa)
  3. Telah masuk waktu shalat
  4. Mengenali fardhu-fardhu shalat
  5. Tidak meyakini satu fardlu juga selaku laku sunnah
  6. Suci dari hadats kecil serta besar
  7. Suci dari najis, baik baju, tubuh, ataupun tempat shalat
  8. Menutup aurat untuk yang sanggup (dengan batas tertentu untuk wanita serta pria)
  9. Menghadap kiblat (kecuali untuk musafir yang melakukan shalat sunah, orang yang dalam kecamuk perang, serta orang yang buta arah‘ isytibahul qiblah’).
  10. Tidak berdialog tidak hanya teks shalat
  11. Tidak banyak bergerak tidak hanya gerakan shalat (Imam Syafi’ i membatasinya 3 gerakan)
  12. Tidak sembari makan serta minum
  13. Tidak dalam keraguan apakah telah bertakbiratulihram ataupun belum
  14. Tidak bernazar memutus shalat ataupun tidak dalam keraguan apakah hendak memutus shalatnya ataupun tidak.
  15. Tidak menggantungkan kebatalan shalatnya dengan suatu apa pun

 

Baca Juga : Sejarah dan Keistimewaan Masjid Istiqlal di Jakarta

Rukun Shalat

Dalam suatu hadits dikatakan, shallu kama ra’ aitumuni’ ushalli, yang artinya shalatlah sebagaimana engkau memandang diriku melaksanakannya. Hadits sahih riwayat al- Bukhari ini mengarahkan kalau tidak terdapat metode shalat tidak hanya semacam yang sempat Nabi jalani bersumber pada riwayat para teman- temannya.

Serta, para ulama sukses merumuskan fardlu ataupun rukun shalat jadi 15 (dengan menghitung masing- masing thuma’ninah selaku satu rukun). Berikut rinciannya;

  1. Niat
  2. Takbiratulihram
  3. Memasang hasrat bertepatan dengan takbiratulihram
  4. Berdiri untuk yang sanggup( perihal ini bersumber pada hadits al- Bukhari yang maksudnya,‘ Shalatlah dengan metode berdiri, apabila tidak sanggup, hingga boleh duduk. Apabila tidak sanggup pula, boleh sembari tidur miring’. Terdapat bonus dalam riwayat an- Nasa’ i,‘ bila masih tidak sanggup, boleh dengan terlentang, Allah tidak membebani seorang di luar kemampuannya’)
  5. Membaca surah al- Fatihah (berdasar pada hadits La shalata li man lam yaqra’ bi fatihatil kitab, “Shalat tidak hendak legal untuk yang tidak membaca surah al- Fatihah”. Apabila tidak sanggup, boleh membaca ayat lain yang diketahuinya. Bila masih tidak sanggup, boleh berdzikir ataupun membaca doa-doa, serta opsi terakhir jika senantiasa tidak sanggup merupakan berdiam semata-mata waktu membaca surah al- Fatihah)
  6. Rukuk
  7. I’tidal
  8. Sujud
  9. Duduk di antara dua sujud
  10. Thuma’ninah dalam empat rukun lebih dahulu (rukuk, i’ tidal, sujud, serta duduk di antara 2 sujud)
  11. Tasyahhud akhir
  12. Membaca shalawat Nabi sehabis tasyahhud akhir
  13. Melafalkan salam
  14. Duduk buat membaca tasyahud akhir, shalawat Nabi, serta salam
  15. Tertib dalam melaksanakan seluruh rukun di atas

Rincian-rincian ini ialah perihal yang wajib dipadati dalam shalat lahiriah. Ada pula buat shalat batiniah, satu perihal yang tidak boleh lenyap, ialah pemahaman hendak esensi kerendahan kita selaku hamba di hadapan keagungan Tuhan( rububiyyah). Inilah yang kita tahu dengan khusyuk. Allah berfirman dalam surah al- Baqarah ayat 45:

 

وَاسْتَعِيْنُوْابِالصَّبْرِوَالصَّلٰوةِۗ

وَاِنَّهَالَكَبِيْرَةٌاِلَّاعَلَىالْخٰشِعِيْنَۙ

 

Maksudnya: Serta mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan tabah serta shalat. Serta (shalat) itu sangat berat, kecuali untuk orang- orang yang khusyuk.

Imam Fakhruddin ar- Razi (604 H) berkata, khusyuk merupakan at- tadzallul wa al- khudhu’ (memperlihatkan esensi kerendahan serta ketundukan) kepada Allah SWT.

Terpaut penggalan terakhir ayat di atas, si mufasir kenamaan asal Iran ini, dalam masterpiece- nya Mafatîhul Ghaib (juz 3, taman 50) menarangkan iktikad ayat serta latar balik ketidakkhusyukan seorang dalam shalatnya. Dia berkata:

 

وإنماالمرادبقوله:وإنهاثقيلةعلىمنلميخشع

أنهمنحيثلايعتقدفيفعلهاثواباولافيتركهاعقابافيصعبعليهفعلها

 

Maksudnya: Iktikad dari kalimat:‘ Shalat itu berat untuk yang tidak khusyuk’, ialah dilihat dari aspek kala dia tidak meyakini pahala sebab melaksanakan shalat, serta siksa sebab meninggalkannya, sehingga pasti berat rasa dikala melaksanakannya.

Orang yang tidak mantap hati memandang intensitas Allah berikan ganjaran terbaik- Nya( pahala) untuk yang khusyuk, pula siksa terberat- Nya untuk yang meninggalkan, pastilah hendak merasa berat melaksanakan shalat. Logika sederhananya, bagi ar- Razi, sangat absurd apabila seorang rela padat jadwal lagi teratur melaksanakan suatu yang menurutnya tiada bermanfaat sama sekali.

Tetapi, untuk yang merasa kalau perihal itu sangat berarti, apalagi pada dirinya ada candu spiritual (al-‘isyqu), pastilah hendak ringan serta membahagiakan. Sehingga, pas kala Al- Qur’an menyifati mereka dengan lakabirotun (rasa teramat berat).

Terdapat banyak cerita kekhusyukan shalat para ulama shalafuna as- shalih yang dapat jadi perenungan. Semacam cerita Dzun- Nun al- Mishri (180 H) yang kala mengucapkan‘ Allahu Akbar’ dalam shalat, dia tersungkur lemas tanpa tenaga seolah raga tanpa nyawa. Pula semacam cerita Abu Sa’ id Abul Khair Aqta’ (1049 Meter) yang sempat menderita penyakit gangrene serta diamputasi dikala dia tengah khusyuk dalam shalatnya.

Buat rincian ihwal sunah, makruh, serta hal- hal yang membatalkan shalat, bisa diakses secara gampang pada buku- buku tentang tata metode shalat( shifat as- shalâh).***

Post a Comment

Previous Post Next Post