VIRALAYAR - Diskusi seputar surga-neraka selalu menarik, minimal dalam lingkup tongkrongan saya. Apalagi ketika Cak Nun bersabda, “Surga itu nggak penting, fokuskan dirimu kepada Allah,” Sebagai santri jauh beliau, pernyataan itu membuatku berpikir tentang seberapa penting surga diimpikan oleh muslim abangan sepertiku.
Oke kita bahas dulu tentang orientasi umat mendambakan surga seperti yang dijanjikan Allah kepada muslim yang beriman dan bertakwa. Adapun terkait ayat-ayat tentang surga di dalam Alquran yang ada di dalam al-mu’jam mufahras terdapat 146 kata.
Menurut Ibnu Qayim ada sepuluh nama surga seperti Jannatul Firdaus, Jannatun Na’im, Jannatul Ma’wa, Jannatul Khuldi, Jannatun Adnan, Maqadus Sidqi, Maqamul Amin, Darul Maqamah, Darussalam, dan Darul Hayawan. Visualisasi dari surga itu bergunung-gunung, berlembah-lembah, bersungai-sungai, berkebun-kebun, taman bunga yang indah. Bahkan dalam surga itu juga terdapat pasar.
Bukan hanya itu, ada banyak fasilitas yang disediakan seperti bidadari, makanan dan minuman surga, dan pakaian surga. Kalau bisa ke sana, kamu juga tidak akan buang air besar/kecil, meludah, tidak tidur, dan banyak pohon-pohon rindang. Agar lebih punya gambaran yang lebih detail, di surga ada istana, taman, sungai, dan segala keindahan lainnya.
Sementara waktu TPA/TPQ, diiming-imingi kalau masuk surga bisa meminta apa pun yang diinginkan. Mau seks, makan enak, mobil mewah, atau iphone 14 bisa didapatkan dengan sekejap. Seindah itulah yang membuat beberapa “saudaraku” rela bunuh diri di gereja agar segera mendapatkan apa yang sudah dibayangkan tentang surga.
Saat dewasa, kiaiku mengajari bahwa yang terpenting dalam hidup sebenarnya adalah mengharap rida Allah. Mending di neraka tapi diridai Allah daripada di surga tapi tidak diridai Allah. Ketika ngaji filsafat bareng KH. Fahruddin Faiz, surga itu ibarat hadiah ketika kita mencapai tujuan yang ditetapkan Allah tengang apa yang boleh dan tidak dilakukan muslim.
Analoginya ketika orang tua memberikan iming-iming permen ketika mendapat nilai bagus di sekolah. Lha surga itu lho permennya, tujuan sesungguhnya ya biar anaknya pinter. Anak pinter itu berarti innalillahi wa innalillahi raji’un atau manunggaling kawula lan Gusti. Masak iya, hanya demi “permen” rela mengajak sekeluarga melakukan bom bunuh diri di gereja.
Setelah merengungi pesan Cak Nun, saya memahami bahwa surga memang tidak begitu penting-penting amat. Toh di Indonesia juga bisa jadi gambaran surga yang dijanjikan. Soal gunung-gunung, lembah-lembah, taman-taman, sungai-sungai, bidadari-bidadari semua ada lho di Indonesia. Lengkap! Paling yang agak susah punya bidadari yang katanya 72 itu.
Baca Juga : Mari Giatkan Membeli Rokok Ilegal!
Lagian misal kita sudah tinggal di surga apa nggak bosen?
Kebahagiaan paripurna hidup di dunia adalah ketika punya masalah kemudian kita bisa mengatasi. Di Surga mana mungkin kita punya masalah, lhawong setiap meminta apa pun dikabulkan. Hidup tanpa masalah apa ya nggak membosankan. Misal di sana mau buat masalah ya pasti tidak ditanggapi sama yang lain.
Di sana semua orang baik, tidak ada yang ghibah, korupsi, menyebar hoaks, dan pencitraan. Dan itu selamanya lho. Woi, selamanya. Tentu sangat membosankan bukan. Terus? Mau masuk neraka?
Sekian saya merenung, akhirnya ulama sufi yang saya baca banyak karyanya berpendapat bahwa “software” kita di dunia itu beda sama di akherat. Setidaknya kita tidak lagi punya nafsu pengen ini-pengen itu. Kenikmatan surga itu hanya ketika kita dijanjikan bisa bersua dengan Allah.
Pikiran gatal kembali muncul, masak selamanya di surga hanya melihat Allah? Apa nggak membosankan?!
Nah, ibaratnya ketika sedang jatuh cinta sama seseorang. Proses perjumpaan itulah kenikmatan yang bisa divisualisasikan di surga. Mencintai itu kan tidak bisa dijabarkan dan tidak beralasan, selain cinta. Hati dag-dig-dug, salah tingkah, jaga image, dan mencoba terlihat selalu menjadi yang terbaik di mata yang dicintai.
Nah, konsep hidup di dunia ya begitu saja. Berusaha dicintai Allah. Kalau Allah sudah cinta, otomatis bakal diberi “permen”. Kalau orientasinya cuma surga, takutnya malah menutup keinginan kita bertemu dan kembali kepada Allah. Memang mau, dapat surga tapi tidak dapat Allah?
Joko Yuliyanto
Esais. Penggagas komunitas Seniman NU
Post a Comment