Mari Giatkan Membeli Rokok Ilegal!

Membeli Rokok Ilegal

VIRALAYAR - Teruntuk Ibu Sri Mulyani yang dulu begitu saya banggakan. Bahkan saat Baginda SBY “memecat” sampean, saya begitu mangkel dengan pemerintahan ketika itu. Terbukti, sampean malah nangkring manis di Bank Dunia. Namun belakangan, saya melihat keputusan SBY itu tepat: lebih baik Anda di Bank Dunia.

Semenjak Ibu balik ke Indonesia, harapan ekonomi nasional membaik. Terbukti! Tapi, Ibu tidak punya empati pada kebahagiaan masyarakat miskin. Bu, rokok itu hiburan bagi kami warga miskin yang tidak mampu membeli alkohol dan narkoba. Wes ngrokok wae, sudah bisa menghilangkan stres akibat naiknya harga-harga kebutuhan pokok.

Curahan hati ini terjadi sebab cukai rokok resmi naik 10 persen pada 2023/2024. Kenaikan ini berlaku untuk golongan sigaret kretek mesin (SKM), sigaret putih mesin (SPM), dan sigaret kretek tangan (SKT) yang masing-masing memiliki kelompok atau golongan tersendiri. Awal tahun ini, saya memutuskan pindah merk rokok ke Crystal Red sebab ketidakmampuan menjangkau daya beli rokok Dunhill Hitam.

Akibat kebijakan Menteri Keuangan itu, kemungkinan tahun depan saya pindah lagi ke rokok ilegal yang perlahan mulai dijual secara mulut ke mulut. Ketika ada banyak baliho “Gempur Rokok Ilegal”, saya semakin semangat untuk memeriahkan kampanye mengonsumsi rokok ilegal. Setidaknya menjadi pecut bagi Sri Mulyani agar jangan sembrono bikin aturan. Niat hati ingin meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat, malah berisiko kehilangan banyak pendapatan negara dari cukai rokok legal.

Tahu sendiri masyarakat Indonesia kalau dikasih aturan malah suka melawan. Apalagi kenaikan harga rokok mampu menggerakan perlawanan secara masif pengudud senusantara. Misal tujuan pemerintah mengurangi jumlah perokok di Indonesia, lalu apa solusi penghilang stres bagi kami warga miskin? Nyabu?

Sampean pepara pengambil kebijakan enak. Dianugerahi kekayaan yang bisa healing ke luar negeri untuk menghilangkan stres. Tapi mbok mikir hiburan yang pantas bagi warga miskin. Perkara risiko kesehatan (stanting dan kematian), sampean bisa menonton konten di YouTube Mojok. Setau saya sudah dua kali Mojok mengadakan diskusi seputar rokok yang problematik ini.

Namun bagi pengusul kebijakan, kenaikan cukai dialasi dengan pertimbangan konsumsi rokok yang menjadi salah satu konsumsi terbesar dari rumah tangga miskin, yaitu mencapai 12,21 persen untuk masyarakat miskin perkotaan dan 11,63 persen untuk masyarakat pedesaan. Itu lho, yang seharusnya dipikir pemerintah. Cuma rokok lho hiburan kami, bukan pergi ke club, karaoke, atau jalan-jalan ke pantai. Masak ya mau dimusnahkan. Saya mending merokok daripada makan. Saya kuat tidak makan sehari, tapi bisa gila kalau tidak merokok sehari. Apakah saya sakit-sakitan? Tidak! Apakah saya mati? Tidak!

Saya pikir percuma juga mengajak petani tembakau demo ke istana negara. Paling ya di-limpe sama bapak Jokowi. Demo ke gedung DPR paling ya dicuekin perayaan ulang tahun Puan Maharani. Wes angel. Maka bentuk protes saya ya dengan membeli rokok ilegal. Bagi pemerintah mungkin ilegal sebab tidak ada pemasukan untuk negara, namun bagi kami jelas legal daripada beli rokok di warung seharga satu kaos polos Cotton Combed 30s.

Jika pemerintah seenak-enaknya menaikan cukai rokok, biarkan kami (rakyat) empunya kedaulatan tertinggi negara seenak-enaknya melegalkan rokok ilegal. Saya kira fair bagi Ibu Sri Mulyani dan jajarannya yang tidak merokok itu.

Tapi kan ada vape yang bisa menggantikan rokok?

Hei! Cukai vape juga naik. Malah naik 15 persen. Gokil emang pemerintah soal pungut-memungut pajak. Ketika susah memungut pajak kaum borjuis, di akhir pemerintahan, mending bikin sengsara kaum porletar. Siapa bilang bersyukur survive dari bencana pandemi Covid-19. Kami banyak dimatikan karena ketidakmampuan membeli rokok.***


Joko Yuliyanto

Post a Comment

Previous Post Next Post